Pembaca yang budiman, di masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam masih hidup ada dua golongan musuh Islam yaitu orang kafir dan orang munafiq. Di antara kedua golongan ini orang-orang munafiq adalah yang paling berbahaya bagi ummat Islam, karena mereka mengaku Islam namun pada hakekatnya menghancurkan Islam dari dalam. Dan hal ini senantiasa terjadi di sepanjang jaman, begitu pula di jaman kita sekarang ini bahkan di negeri yang kita tinggali ini.

Alloh Ta’ala memerintahkan kepada Nabi dan orang-orang yang beriman supaya berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq. Alloh berfirman, “Wahai Nabi berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73)

JIL Mengganyang Islam

Salah satu musuh yang kini tengah dihadapi ummat Islam adalah ajaran sesat yang dibawa oleh Jaringan Islam Liberal/JIL. Sehingga kerancuan yang mereka tebarkan perlu dibantah, apalagi orang-orang yang membawa pemikiran sesat ini adalah tokoh-tokoh yang digelari cendekiawan, kyai dan intelektual. Sebenarnya pernyataan mereka terlalu menyakitkan untuk ditulis dan disebarluaskan, namun demi tegaknya kebenaran maka dalam kesempatan ini akan kami bawakan beberapa contoh kesesatan pemikiran mereka yang dengannya pembaca akan mengetahui betapa rusaknya akidah Islam Liberal ini.

Orang JIL Tidak Paham Tauhid

Nurcholis Majid menafsirkan Laa ilaaha illalloh dengan arti “Tiada tuhan (t kecil) kecuali Tuhan (T besar)”. Padahal Rosululloh, para sahabat dan para ulama dari jaman ke zaman meyakini bahwa makna Laa ilaaha ilalloh adalah “Tiada sesembahan yang benar kecuali Alloh”. Dalilnya adalah firman Alloh, “Demikian itulah kuasa Alloh Dialah sesembahan yang haq adapun sesembahan-sesembahan yang mereka seru selain Alloh adalah (sesembahan) yang batil…” (Al Hajj: 62). Nah, satu contoh ini sebenarnya sudah cukup bagi kita untuk mengatakan bahwa ajaran JIL adalah sesat karena menyimpang dari petunjuk Rosululloh dan para sahabat. Walaupun dalam mempromosikan kesesatannya mereka menggunakan label Islam, tapi sesungguhnya Islam cuci tangan dari apa yang mereka katakan.

Orang JIL Tidak Paham Kebenaran

Ulil Abshar (seorang tokoh JIL -ed) mengatakan bahwa semua agama sama, semuanya menuju jalan kebenaran, jadi Islam bukan yang paling benar katanya. Padahal Al Qur’an dan As Sunnah menegaskan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang benar, yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Alloh Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Alloh hanyalah Islam.” (Ali Imron: 19). Nabi juga bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku, baik Yahudi maupun Nasrani kemudian mati dalam keadaan tidak beriman dengan ajaran yang aku bawa kecuali pastilah dia termasuk di antara para penghuni neraka.” (HR. Muslim). Kalau Alloh dan Rosul-Nya sudah menyatakan demikian, maka anda pun bisa menjawab apakah yang dikatakan Ulil ini kebenaran ataukah bukan?

Orang JIL Tidak Paham Islam

Para tokoh JIL menafsirkan Islam hanya sebagai sikap pasrah kepada Tuhan. Maksud mereka siapapun dia apapun agamanya selama dia pasrah kepada Tuhan maka dia adalah orang Islam. Allohu Akbar! Ini adalah Jahil Murokkab (bodoh kuadrat), sudah salah, merasa sok tahu lagi. Cobalah kita simak jawaban Nabi ketika Jibril bertanya tentang Islam. Beliau menjawab, “Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Romadhon dan berhaji ke baitulloh jika engkau sanggup mengadakan perjalanan ke sana.” (HR. Muslim). Siapakah yang lebih tahu tentang Islam; Nabi ataukah orang-orang JIL?

Orang JIL Menghina Syari’at Islam

Ulil Abshor mengatakan bahwa larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam sudah tidak relevan lagi. Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah: 3). Kalau Alloh yang maha tahu sudah menyatakan bahwa Islam sudah sempurna sedangkan Ulil mengatakan bahwa ada aturan Islam yang tidak relevan -tidak cocok dengan perkembangan jaman- maka kita justeru bertanya kepadanya: Siapakah yang lebih tahu, JIL ataukah Alloh?!

Orang Bodoh Kok Diikuti?

Demikianlah beberapa contoh kesesatan pemikiran JIL. Kita telah melihat bersama betapa bodohnya pemikiran semacam ini. Kalaulah makna tauhid, makna Islam adalah sebagaimana yang dikatakan oleh mereka (JIL) niscaya Abu Jahal, Abu Lahab dan orang-orang kafir Quraisy yang dimusuhi Nabi menjadi orang yang pertama-tama masuk Islam. Karena mereka meyakini bahwasanya Alloh-lah pencipta, pengatur, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, yang mampu menyelamatkan mereka ketika tertimpa bencana, sehingga ketika mereka diombang-ambingkan oleh ombak lautan mereka mengikhlashkan do’a hanya kepada Alloh, memasrahkan urusan mereka kepada-Nya.

Namun dengan keyakinan semacam ini mereka tetap saja menolak ajakan Nabi untuk mengucapkan Laa ilaaha illalloh. Bahkan mereka memerangi Rosululloh, menyiksa para sahabat dan membunuh sebagian di antara mereka dengan cara yang amat keji. Inilah bukti bahwa orang-orang JIL benar-benar tidak paham Al Qur’an, tidak paham As Sunnah, bahkan tidak paham sejarah!!

Himbauan

Melalui tulisan ini kami menghimbau kepada segenap kaum muslimin agar menjauhi buletin, majalah, website, siaran TV atau radio yang digunakan oleh JIL dalam menyebarkan kesesatan mereka dan bagi yang memiliki kewenangan hendaklah memusnahkannya. Karena Alloh Ta’ala telah memerintahkan, “Wahai Nabi berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At Taubah: 73). Dan ketahuilah bahwasanya tidak ada yang bisa membentengi kaum muslimin dari kebinasaan kecuali dengan kembali berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah serta pemahaman para salafush sholih (sahabat dan murid-murid mereka). Dan Rosululloh telah menegaskan bahwasanya ilmu itu hanya bisa diraih dengan cara belajar (lihat Fathul Bari). Semoga tulisan yang singkat ini bisa meruntuhkan kerancuan-kerancuan yang ditebarkan oleh musuh-musuh Alloh dan Rosul-Nya.

Imam Al Auza’i berpesan, “Wajib atas kalian mengikuti jejak salaf (para sahabat) walaupun banyak manusia yang menentangmu. Dan waspadalah dari pemikiran-pemikiran manusia meskipun mereka menghiasinya dengan perkataan-perkataan yang indah di hadapanmu”. Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan. Wallohu a’lam.

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar sebagaimana yang dilansir oleh banyak media menyatakan bahwa Departemen Agama (Depag) sudah menyerahkan RUU Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami dan kawin kontrak kepada Presiden SBY. Menurut Nasaruddin, sanksi akan diberlakukan bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Nasaruddin menambahkan, nikah siri, poligami dan kawin kontrak dipidanakan karena banyak pihak yang dirugikan atas pernikahan ini.

"Yang dirugikan kebanyakan perempuannya," kata dia.

Untuk lebih memahami siapakah sebenarnya sosok Nasaruddin Umar jelas kita perlu mengetahui riwayat hidupnya. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, lahir di Ujung Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Juni 1959.

Setelah tamat Madrasah Aliyah dari Pesantren As-Sa'diyah (1976), ia melanjutkan studinya pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Makasar hingga memperoleh gelar Sarjana Lengkap (Drs.) pada tahun 1984. Dengan gelar sarjananya, ia dipercaya menjabat Sekretaris Universitas al-Ghazali Ujung Pandang (1984-1988). Kemudian ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studinya pada Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gelar Magister (1992) dan Doktor (1998) berhasil ia raih dari Perguruan Tinggi tersebut.

Dalam menyelesaikan program doktoralnya ia telah melakukan Vissting Student for Ph.D Program, di McGill University, Montreal, Canada (1993-1994). Vissiting Student for Ph.D Program, di Leiden University, Nedherlands (1994-1995). Setelah selesai ia mendapat undangan sebagai Vissiting Scholar di Shopia University, Tokyo (2001), Vissiting Scholar di SAOS, University of London (2001-2002), Vissiting Scholar di Georgetown University, Washington DC (2003-2004), dan lain-lain. Ia telah menyelesaikan 12 (dua belas) buku di antaranya; Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran (Paramadina, 1999). Ia juga banyak menulis artikel di beberapa media massa dan Jurnal, seperti Republika, Kompas, Jurnal Ulumul Qur'an dan lain sebagainya. Ia kini tingggal di Jln. Ampera 1/10 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Telp/Fax: (021) 7808146, kantor; (021) 35009108, email: nasar.umar@yahoo.com

Penghargaan yang pernah didapatkan Nasaruddin Umar di antaranya: 1.Sarjana Teladan IAIN Alauddin Ujung Pandang (1984), Doktor Terbaik IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1999), Penghargaan Karya Satya dari Presiden RI (2001), International Human Resources Development Program (IHRDP), International Best Leadership Award (IBLA) 2002, International Human Resources Development Program (IHRDP), Asean Best Executive Award (IBLA) 2002, Pin Emas dari President Megawati Soekarnoputri, sebagai penulis terbaik Program KB pada Hari Keluarga Nasional (Harganas) IX dari TP PKK Pusat 2002.

Pekerjaan: Antara lain Sekjen Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1992-sekarang. Pembantu Rektor IV IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998- 2000. Pembantu Rektor III IAIN Sarif Hidayatullah Jakarta, 2000-2002. Staf Pengajar Program Pascasarjana, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997-sekarang. Staf Pengajar FISIP Universitas Indonesia, 1996. Staf Pengajar Program Pascasarjana Universitas Paramadina Mulya. Staf Pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Anggota Majlis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta, 2000-2004. Pendiri dan anggota Masyarakat Dialog antar Umat Beragama (Interfaith) 1993-2004. Katib Am PB NU (2003-2008). Anggota The UK-Indonesia Advisory Team, yang didirikan PM Tony Blair dan Presiden SBY (2005-2008). Guru Besar bidang Tafsir Al Qur'an pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2002. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Departemen Agama.

Karya Tulis dan Buku: Antara lain Major Themes of the Qur'an, Written Lectures, Jakarta: Paramadina Foundation, 1994. Anthropology of Jilbab (Female Headgear) From the Feminism Perspective Islamic Interpretation, Jakarta: Paramadina Foundation (1995). Pengantar Ilmu Qur'an, Jakarta: Baitul Qur'an, 1996. Qodrat Wanita dalam Islam, PT Fikahati Aneska, Jakarta, 2000. Paradigma Baru Teology Wanita Islam, PT. Fikahati Utama, 2000. Bias gender dalam penafsiran Al Qur'an, PT. Fikahati Utama, 2000. Theology of Menstruation .

Dari biografinya di atas tidak syak lagi bahwa Nasaruddin Umar adalah agen liberalisme Islam di Indonesia. Untuk ukuran Indonesia bisa dikatakan Nasaruddin Umar adalah Mbah-nya kalangan feminis yang berhasil menyusup atau disusupkan ke Departemen Agama untuk menggoalkan berbagai agenda liberalisme, satu diantaranya penghapusan syariat poligami. Padahal menurut penuturan beberapa pihak, dikabarkan Nasaruddin Umar pun telah berpoligami namun sangat dirahasiakan. Jika benar, Nasaruddin akan mendapatkan laknat dan kutukan dari anak buahnya sendiri. Beruntung tupainya masih pandai melompat.

Mari kita bicara tentang poligami saja. Membosankan mungkin, tapi da'wah memang memerlukan kesabaran yang ekstra. Menurut Nasaruddin Umar, kondisi sosiokultural saat turunnya ayat Al-Qur'an yang mengizinkan poligami adalah setelah Perang Uhud di mana umat Islam kalah dan populasi laki-laki dan perempuan tidak imbang. Berdasarkan studi-studi yang ada, poligami pada umumnya membawa kesengsaraan pada umat, negara, dan bangsa, ujar Nasaruddin (Kompas, Rabu 6 Desember 2006, halaman 15).

Perkataan orang yang suka mengajar tasawuf dan selama ini berkecimpung di UIN (Universitas Islam Negeri, dahulu IAIN) Jakarta serta perguruan tinggi Islam lainnya dan di NU (Nahdlatul Ulama) ini benar-benar pura-pura tidak tahu tentang ilmu Al-Quran. Padahal dia memimpin pula perguruan tinggi khusus ilmu Al-Qur'an yang dulu namanya PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an). Dia menyembunyikan kaidah yang masyhur, al-'ibrotu bi'umuumil lafdhi laa bikhushushish sabab (isi pesan itu ada pada umumnya lafal, bukan pada sebab yang khusus). Jadi, seandainya klaim Nasaruddin Umar itu betul pun (ini masih perlu diuji), tetap tidak menghalangi kebolehan poligami.

Masalah lain lagi, ungkapan yang meninggi dengan dalih studi-studi, yang dia klaim bahwa poligami pada umumnya membawa kesengsaraan pada umat, negara, dan bangsa itu pun (misalnya benar) tidak akan bisa menggugurkan bolehnya poligami. Sebab apa?

Pertama, syari'at itu semuanya bermashlahat, tidak ada yang madhorot. Dalilnya:
'Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu agar kamu celaka.' (QS Thaahaa/ 16: 2).
'Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.' (QS Al-Anbiya': 107).

Ini firman Allah swt. Pernyataan Nasaruddin Umar bertentangan dengan ayat itu. Siapa yang dusta, kalau begitu?

Kedua, poligami itu hak yang diberikan oleh Allah swt kepada hambanya laki-laki. Pemberian hak itu lewat firman-Nya:
'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu sekalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.' (QS An-Nisaa': 3).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan: 'Firman-Nya: dua, tiga atau empat, artinya nikahilah wanita-wanita 'selain wanita-wanita yatim' yang kamu maui, apabila seseorang dari kamu mau dua wanita, dan bila mau tiga, dan bila mau empat.'

Firman Allah swt: 'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi' menurut Kitab Manahilul 'Irfan, samarnya maksud yang ada dalam ayat ini karena berbentuk ringkas. Bentuk kalimat yang lugas adalah; 'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (selain mereka yang yatim itu) yang kamu senangi.'

Artinya, kamu apabila merasa keberatan beristerikan anak-anak yatim karena khawatir akan mendhalimi mereka, maka di hadapanmu ada wanita-wanita lain, maka nikahilah mereka yang kamu senangi bagimu. Dan dikatakan, sesungguhnya kaum dahulu merasa keberatan (takut dhalim) dalam mengasuh anak-anak yatim, dan tidak merasa keberatan untuk berzina, maka Allah menurunkan ayat, dan maknanya, kalau kamu khawatir dhalim mengenai hak anak-anak yatim lalu takut pula zina dan kamu menggantinya dengan pernikahan yang diberi kelonggaran Allah atasmu, maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, atau tiga, atau empat. (Manahilul 'Irfan, juz 2 halaman 200).

Jadi, hak berpoligami itu jelas dari Allah swt. Siapakah makhluk ini yang berhak untuk menghapus pemberian hak dari Allah swt itu? Pemberian hak dari seseorang kepada lainnya saja tidak ada orang lain yang bisa membatalkannya, kecuali ada hal-hal yang tidak sah, misalnya memberikan sesuatu yang bukan haknya. Apakah Allah dianggap tidak berhak memberikannya?

1. Hak lelaki untuk berpoligami adalah pemberian dari Allah swt. Ketika hak itu diperoleh dari Allah swt, dan sebagai hamba tinggal menerima, apakah ada yang berhak untuk melarangnya? Ketika melarangnya, berarti berhadapan dengan Yang memberi hak (yaitu Allah swt) dan yang diberi hak, yaitu lelaki Muslim. Di manakah tempatnya kalau sudah melanggar hak Allah dan hak muslim?

2. Wanita muslimah (dan ahli kitab yang muhshonat) punya hak untuk dipoligami. Hak itu langsung diberikan oleh Allah swt dalam Surat An-Nisa' ayat 3 tadi. Ketika ada yang ingin membredel hak wanita tentang bolehnya dipoligami ini, berarti pelarangnya itu berhadapan dengan para wanita muslimah sebagai pemegang mandat hak, dan Allah swt pemberi hak. Lantas tempatnya di manakah orang-orang yang berani membredel hak para muslimah dan hak Allah itu?

3. Hak tentang memiliki wanita yang dinikahi adalah hak yang dibela sampai mati. Dalam masyarakat Jawa misalnya, ada perkataan Sadumuk batuk sanyari bumi (seraut wajah dan sejengkal tanah). Isteri dan tanah (harta) adalah nomor satu dalam hal hak yang dibela oleh pemiliknya. Sehingga dalam perkataan itu sadumuk batuk yang artinya hanya secolekan jidat (isteri), itupun dibela sampai mati, karena membela hak. Lantas, bagaimana jadinya kalau yang dilanggar itu nilainya bukan sekadar secolek jidat, namun sangat lebih luas cakupannya?

Walhasil, orang-orang yang mau membredel atau melarang atau mencegah poligami dengan cara apapun, sebenarnya hanyalah orang-orang yang memusuhi Allah swt dan hamba-hambanya, Muslimin dan Muslimat. Terlalu amat berani. Menghadapi 3 pihak, dan yang satunya adalah Allah swt. Betapa malangnya orang-orang seperti ini. Mungkin lebih sangat-sangat jauh dibenci ketimbang orang yang jelas sangat dibenci Allah swt yaitu melarat tapi sombong. Dari segi harta, pemerintahan Indonesia itu banyak sekali utangnya, sedang dari segi moral mereka sombong, yaitu merendahkan manusia dan menolak kebenaran.

Zaman dulu Fir'aun telah mengomandoi penyembelihan bayi-bayi lelaki. Orang jahiliyah telah menciptakan adat penguburan hidup-hidup bayi-bayi perempuan. Sekarang, orang-orang dalam posisi memimpin negeri melarat tapi sombong sedang mau mengukir sejarah hitamnya, membunuh aturan bolehnya poligami.

Di balik itu, mereka bungkam mengenai banyaknya perzinaan. Dalam kasus ini, perzinaan yang sangat memalukan, didiamkan. As-sukut, 'alamatur ridho, diam itu pertanda rela. Orang yang diam ketika melihat kemaksiatan itu istilahnya syetan bisu (syaithon akhros). Ibnul Qoyyim berkata:
'Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah syetan bicara, sedang orang yang diam dari kebenaran adalah syetan bisu.' (Al-Jawabul Kafi, juz 1 halaman 69).

Bagaimana azab, bala', bencana tidak bertubi-tubi diturunkan Allah swt bila yang mengendalikan negeri ini orang-orang yang sifatnya adalah syetan bisu masih pula menentang Allah swt dan melanggar hak muslimin muslimat?

Terjadinya banyak kumpul kebo, perzinaan di mana-mana, para pelakunya di akhirat bisa berkilah, tanpa mengurangi dosa pelaku. Kilah mereka, karena dilarang (dihalangi) berpoligami. Akibatnya, entah berapa ribu bahkan berapa juta manusia yang berzina, akan melemparkan dosa kepada pembuat aturan tak keruan yang melarang (menghalangi) poligami dan bertentangan dengan aturan Allah swt, tanpa mengurangi dosa-dosa pelakunya.

Ditambah dosa jutaan pelaku aborsi setiap tahunnya ditambah pula dosa ratusan wanita pelaku aborsi yang tewas setiap tahunnya. Kalau itu diwarisi sampai generasi mendatang, maka betapa banyaknya tumpukan dosa yang dihimpun sebagai celengan oleh para pembuat aturan itu. Ngeri. Bagaimana memikul dosa itu di akherat kelak.

Sehingga balasan apakah yang kelak akan ditimpakan kepada mereka yang menggerakkan Anti Poligami dan Pro Kumpul Kebo itu? Hanyalah sejarah hitam mereka yang akan dipertanggung jawabkan di akherat kelak, bila mereka sampai sekarat belum sempat bertaubat. Sadarilah wahai para manusia yang sedang lupa.

Poligami yes, zina no!
Poligami telah ada sebelum Islam namun ia berjalan tanpa adanya batasan dan aturan di dalamnya sehingga sering kali terjadi kezhaliman terhadap kaum wanitanya. Kemudian Islam datang dengan syariatnya yang hanif mengatur permasalahan ini dengan memberikan batasan dan persyaratan.

Poligami di dalam Islam bukanlah suatu kewajiban atau disunnahkan akan tetapi dibolehkan sebagai sebuah jalan keluar dalam pembentukan suatu masyarakat yang baik dan mulia. Dibolehkan bagi seorang suami untuk menikah dengan lebih dari seorang wanita namun tetap dengan persyaratan mampu berlaku adil terhadap semua istrinya dalam urusan nafkah dan tempat tinggal.

Namun poligami ini dilarang terhadap seorang laki-laki yang tidak mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dikarenakan adanya pengabaian hak-hak dari mereka terhadapnya. Untuk itu hendaknya seorang laki-laki yang ingin berpoligami betul-betul mempertimbangkan segala sesuatunya sehingga tujuan dari poligami dapat tercapai.
Diantara faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Islam terhadap dibolehkannya poligami :

1. Seringnya peperangan di dalam sebuah negara Islam mengakibatkan banyaknya janda dari para syuhada. Untuk itu perlu adanya satu badan yang memberikan perhatian kepada mereka dan jalan keluar bagi mereka dengan cara yang terbaik sehingga mereka tidak selamanya berada dalam kesedihan akan kematian suaminya padahal bisa jadi ia masih produktif dan bisa memberikan generasi dan memperbanyak keturunan buat umat.

2. Adakalanya populasi kaum wanita lebih banyak dari populasi kaum prianya.

3. Kesanggupan kaum pria untuk berketurunan adalah lebih besar daripada kaum wanitanya. Hal itu dikarenakan kaum pria memiliki kesiapan seksual sejak baligh sampai usia tua yang hal ini berbeda dengan kaum wanita. Ia memiliki masa haidh, nifas dan kesanggupannya untuk hamil dan melahirkan berakhir sekitar usia 45 sd 50 tahun.

4. Terkadang seorang istri mengalami kemandulan atau menderita sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh padahal mereka tetap ingin melanjutkan hubungan suami istri dan suami ingin mempunyai keturunan.

5. Adakalanya seorang laki-laki mempunyai dorongan seks yang lebih besar disebabkan kondisi tubuh dan nafsunya dan ia merasa tidak puas dengan seorang istri saja. (disarikan dari Fiqhus Sunnah)

Seorang laki-laki yang ingin berpoligami hendaknya mempertimbangkan kelima faktor di atas selain juga kesiapan dan kemampuan dirinya untuk melakukannya.

Tentang penolakan seorang istri terhadap suaminya yang ingin berpoligami perlu kiranya ia melihatnya secara utuh dalam permasalahan ini karena saya masih berkeyakinan bahwa seorang muslimah jika mau bertanya kepada hati kecilnya maka pasti ia tidak akan menentang segala aturan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah swt.

Hanya saja yang biasanya menjadikan seorang istri (muslimah) tampak lahiriyahnya menolak poligami adalah masalah kecemburuan dan hal ini merupakan tabiat yang diberikan Allah kepada setiap wanita, dan ini pun pernah terjadi dalam diri Aisyah, ummul mukminin.

Anggapan bahwa seorang istri yang mengizinkan suaminya berpoligami adalah ciri wanita sholehah'wallahu a'lam'mungkin dikarenakan bahwa seorang wanita sholehah adalah yang memiliki sifat sabar, tetap mentaati suaminya dan berbuat baik kepadanya walaupun ia telah berpoligami dengan wanita lain.

Manakala sifat-sifat ini ada di dalam diri seorang istri terhadap suaminya yang telah berpoligami dengan wanita lain maka pahala yang besar telah disiapkan Allah swt baginya, sebagaimana disebutkan di dalam dalil-dalil berikut :

'Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.' (QS. Az Zumar : 10)

'Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (QS. Yusuf : 90)

'tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).' (QS. Ar Rohman : 60)

Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,'Apabila seorang wanita melakukan sholat lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya maka akan dikatakan kepadanya,'masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu sukai.' (HR. Ibnu Majah)

Di dalam hadits lainnya disebutkan,'Tidaklah seorang muslim yang ditimpa kesulitan, sakit, kesedihan, luka, kesempitan hati hingga duri yang menusuknya kecuali Allah swt akan menghapuskan kesalahannya.' (HR. Bukhori Muslim)

Suatu hal yang patut disayangkan pada saat ini. Wahyu yang sudah semestinya hamba tunduk untuk mengikutinya, malah ditolak begitu saja. Padahal wahyu adalah ruh, cahaya, dan penopang kehidupan alam semesta. Apa yang terjadi jika wahyu ilahi ini ditolak?!

Wahyu Adalah Ruh
Allah ta'ala menyebut wahyu-Nya dengan ruh. Apabila ruh tersebut hilang, maka kehidupan juga akan hilang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, 'Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (wahyu) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu nur (cahaya), yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.' (QS. Asy Syuro: 52). Dalam ayat ini disebutkan kata 'ruh dan nur'. Di mana ruh adalah kehidupan dan nur adalah cahaya. (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah)

Kebahagiaan Hanya Akan Diraih Dengan Mengikuti Wahyu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, 'Kebutuhan hamba terhadap risalah (wahyu) lebih besar daripada kebutuhan pasien kepada dokter. Apabila suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan dokter tersebut ditangguhkan, tentu seorang pasien bisa kehilangan jiwanya. Adapun jika seorang hamba tidak memperoleh cahaya dan pelita wahyu, maka hatinya pasti akan mati dan kehidupannya tidak akan kembali selamanya. Atau dia akan mendapatkan penderitaan yang penuh dengan kesengsaraan dan tidak merasakan kebahagiaan selamanya.

Maka tidak ada keberuntungan kecuali dengan mengikuti Rasul (wahyu yang beliau bawa dari Al Qur'an dan As Sunnah, pen). Allah menegaskan hanya orang yang mengikuti Rasul -yaitu orang mu'min dan orang yang menolongnya- yang akan mendapatkan keberuntungan, sebagaimana firman-Nya yang artinya,'Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.' (QS. Al A'raf: 157) (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah)

Poligami, Wahyu Ilahi yang Ditolak
Poligami senantiasa menjadi perdebatan yang sangat sengit di tengah kaum muslimin dan sampai terjadi penolakan terhadap hukum poligami itu sendiri. Dan yang menolaknya bukanlah tokoh yang tidak mengerti agama, bahkan mereka adalah tokoh-tokoh yang dikatakan sebagai cendekiawan muslim. Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami itu sendiri? Marilah kita kembalikan perselisihan ini kepada Al Qur'an dan As Sunnah.

Allah Ta'ala telah menyebutkan hukum poligami ini melalui wahyu-Nya yang suci, yang patut setiap orang yang mengaku muslim tunduk pada wahyu tersebut. Allah Ta'ala berfirman yang artinya,'Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.' (QS. An Nisa': 3).

Poligami juga tersirat dari perkataan Anas bin Malik, beliau berkata,'Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menggilir istri-istrinya dalam satu malam, dan ketika itu beliau memiliki sembilan isteri.' (HR. Bukhari). Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, 'Nikahilah wanita yang kalian suka selain wanita yang yatim tersebut. Jika kalian ingin, maka nikahilah dua, atau tiga atau jika kalian ingin lagi boleh menikahi empat wanita.' (Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Syaikh Nashir As Sa'di -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, 'Poligami ini dibolehkan karena terkadang seorang pria kebutuhan biologisnya belum terpenuhi bila dengan hanya satu istri (karena seringnya istri berhalangan melayani suaminya seperti tatkala haidh, pen).

Maka Allah membolehkan untuk memiliki lebih dari satu istri dan dibatasi dengan empat istri. Dibatasi demikian karena biasanya setiap orang sudah merasa cukup dengan empat istri, dan jarang sekali yang belum merasa puas dengan yang demikian. Dan poligami ini diperbolehkan baginya jika dia yakin tidak berbuat aniaya dan kezaliman (dalam hal pembagian giliran dan nafkah, pen) serta yakin dapat menunaikan hak-hak istri. (Taisirul Karimir Rohman)
Imam Syafi'i mengatakan bahwa tidak boleh memperistri lebih dari empat wanita sekaligus merupakan ijma' (konsensus) para ulama, dan yang menyelisihinya adalah sekelompok orang Syi'ah. Memiliki istri lebih dari empat hanya merupakan kekhususan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Maka dari penjelasan ini, jelaslah bahwa poligami memiliki ketetapan hukum dalam Al Qur'an dan As Sunnah yang seharusnya setiap orang tunduk pada wahyu tersebut.

Tidak Mau Poligami, Janganlah Menolak Wahyu Ilahi
Jadi sebenarnya poligami sifatnya tidaklah memaksa. Kalau pun seorang wanita tidak mau di madu atau seorang lelaki tidak mau berpoligami tidak ada masalah. Dan hal ini tidak perlu diikuti dengan menolak hukum poligami (menggugat hukum poligami). Seakan-akan ingin menjadi pahlawan bagi wanita, kemudian mati-matian untuk menolak konsep poligami. Di antara mereka mengatakan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan dan kehinaan wanita. Poligami juga dianggap sebagai biang keladi rumah tangga yang berantakan. Dan berbagai alasan lainnya yang muncul di tengah masyarakat saat ini sehingga dianggap cukup jadi alasan agar poligami di negeri ini dilarang.

Hikmah Wahyu Ilahi
Setiap wahyu yang diturunkan oleh pembuat syariat pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar. Begitu juga dibolehkannya poligami oleh Allah, pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar baik bagi individu, masyarakat dan umat Islam. Di antaranya: (1) Dengan banyak istri akan memperbanyak jumlah kaum muslimin. (2) Bagi laki-laki, manfaat yang ada pada dirinya bisa dioptimalkan untuk memperbanyak umat ini, dan tidak mungkin optimalisasi ini terlaksana jika hanya memiliki satu istri saja. (3) Untuk kebaikan wanita, karena sebagian wanita terhalang untuk menikah dan jumlah laki-laki itu lebih sedikit dibanding wanita, sehingga akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami. (4) Dapat mengangkat kemuliaan wanita yang suaminya meninggal atau menceraikannya, dengan menikah lagi ada yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan dia dan anak-anaknya.

Menepis Kekeliruan Pandangan Terhadap Poligami
Saat ini terdapat berbagai macam penolakan terhadap hukum Allah yang satu ini, dikomandoi oleh tokoh-tokoh Islam itu sendiri. Di antara pernyataan penolak wahyu tersebut adalah : 'Tidak mungkin para suami mampu berbuat adil di antara para isteri tatkala berpoligami, dengan dalih firman Allah yang artinya,'Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.' (An Nisaa': 3). Dan firman Allah yang artinya,'Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.' (QS. An Nisaa': 129).'

Sanggahan: Yang dimaksud dengan 'Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil' dalam ayat di atas adalah kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil dalam rasa cinta, kecondongan hati dan berhubungan intim. Karena kaum muslimin telah sepakat, bahwa menyamakan yang demikian kepada para istri sangatlah tidak mungkin dan ini di luar kemampuan manusia, kecuali jika Allah menghendakinya. Dan telah diketahui bersama bahwa Ibunda kita, Aisyah radhiyallahu 'anha lebih dicintai Rasulullah daripada istri beliau yang lain. Adapun hal-hal yang bersifat lahiriah seperti tempat tinggal, uang belanja dan waktu bermalam, maka wajib bagi seorang suami yang mempunyai istri lebih dari satu untuk berbuat adil. Hal ini sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi, dan Ibnu Hajar.

Ada juga di antara tokoh tersebut yang menyatakan bahwa poligami akan mengancam mahligai rumah tangga (sering timbul percekcokan). Sanggahan: Perselisihan yang muncul di antara para istri merupakan sesuatu yang wajar, karena rasa cemburu adalah tabiat mereka. Untuk mengatasi hal ini, tergantung dari para suami untuk mengatur urusan rumah tangganya, keadilan terhadap istri-istrinya, dan rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga, juga tawakkal kepada Allah. Dan kenyataannya dalam kehidupan rumah tangga dengan satu istri (monogami) juga sering terjadi pertengkaran/percekcokan dan bahkan lebih. Jadi, ini bukanlah alasan untuk menolak poligami.

Apa yang Terjadi Jika Wahyu Ilahi Ditolak ?
Mari kita renungkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini, apa yang terjadi jika wahyu ilahi yang suci itu ditentang.

Allah telah banyak mengisahkan di dalam al-Qur'an kepada kita tentang umat-umat yang mendustakan para Rasul. Mereka ditimpa berbagai macam bencana dan masih nampak bekas-bekas dari negeri-negeri mereka sebagai pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Mereka dirubah bentuknya menjadi kera dan babi disebabkan menyelisihi Rasul mereka. Ada juga yang terbenam dalam tanah, dihujani batu dari langit, ditenggelamkan di laut, ditimpa petir dan disiksa dengan berbagai siksaan lainnya. Semua ini disebabkan karena mereka menyelisihi para Rasul, menentang wahyu yang mereka bawa, dan mengambil penolong-penolong selain Allah.

Allah menyebutkan seperti ini dalam surat Asy Syu'ara mulai dari kisah Musa, Ibrahim, Nuh, kaum 'Aad, Tsamud, Luth, dan Syu'aib. Allah menyebut pada setiap Nabi tentang kebinasaan orang yang menyelisihi mereka dan keselamatan bagi para Rasul dan pengikut mereka. Kemudian Allah menutup kisah tersebut dengan firman-Nya yang artinya,'Maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata, dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.' (QS. Asy Syu'ara: 158-159). Allah mengakhiri kisah tersebut dengan dua asma' (nama) -Nya yang agung dan dari kedua nama itu akan menunjukkan sifat-Nya. Kedua nama tersebut adalah Al 'Aziz dan Ar Rohim (Maha Perkasa dan Maha Penyayang). Yaitu Allah akan membinasakan musuh-Nya dengan 'izzah/keperkasaan-Nya. Dan Allah akan menyelamatkan rasul dan pengikutnya dengan rahmat/kasih sayang-Nya. (Diringkas dari Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah).Muslimah.or.id

Tamparan untuk Nasaruddin Umar
Lembaga fatwa Mesir menegaskan, poligami adalah hal yang dibolehkan 3 agama samawi dan bisa dijadikan jalan keluar bagi Barat.

Hidayatullah.com-Berita ini boleh jadi membuat merah telinga kaum feminis dan penganut Barat. Belum lama ini, Dar Ifta Al Mishriyah, lembaga fatwa tertinggi di Mesir mempublikasikan hasil kajian terbarunya mengenai masalah poligami.

Dar Ifta dalam pernyataannya menyebutkan bahwa poligami disepakati kebolehannya oleh tiga agama samawi. Islam, Kristen dan Yahudi. Disamping itu, lembaga ini mengecam keras Barat dan para pengekornya di Timur yang menentang bolehnya poligami, Dar menilai bahwa mereka tidak memiliki dalil.

Poligami dalam Islam, merespon poligami yang telah diterapkan oleh bangsa Arab, Yahudi ataupun Romawi. Ini tercermin dalam hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan Ghailan bin Salma At Tsaqafi yang beristri sepuluh untuk menceraikan 6 darinya, ketika ia memeluk Islam.

Menurut Dar Al Ifta, poligami dalam Islam adalah sebuah rukhsah hingga poligami sendiri bukanlah tujuan utama, karena dalam Al-Quran tidak ada seruan poligami, kecuali dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Dar Ifta dalam tulisannya yang bertajuk Al Mar'ah Al Muslimah Al Muashirah ma'a Tahadhiyat Ashr Al Madiyah (Wanita Muslimah Zaman Ini dan Serangan Zaman Materialisme) itu menyatakan keherannya terhadap oriantelis Barat berserta para pengekor mereka dari Timur, yang menyerang rukhsah poligami, tapi tidak berkomentar sama sekali terhadap fenomena pelacuran, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan.

Barat Perlu Lirik Poligami
Dar Ifta juga mengecam keras Barat yang menjadikan wanita sebagai 'komoditi seksual' dan menolak poligami yang jelas syaratnya, bahkan tidak ada batasan sama sekali jumlah wanita yang 'dipoligami'.Disamping menolak poligami, Barat malah promosikan 'poligami tanpa aturan' itu, seperti perselingkuhan, prostitusi, atau pergaulan bebas yang tidak ada ikatan resmi, hingga wanita bisa dicampakkan begitu saja dari kehidupan si lelaki dan ini juga menyebabkan menularnya penyakit seksual serta meningginya kasus aborsi.

Dar Ifta memberi contah kasus yang terjadi di Amerika. Pada tahun 1980 saja di negeri itu tercatat 1.553.000 kasus aborsi, 30 % nya dilakukan oleh wanita di bawah umur 20 tahun. Ini yang tercatat, menurut petugas, dalam realita, kasus yang terjadi sebenarnya 3 kali lipat dari hasil sensus. Data tahun 1979 juga menunjukkan bahwa 74% kaum miskin dari manula adalah wanita, 85% mereka hidup sendiri tanpa ada yang memberi nafkah. Dan dari tahun 1980 hingga 1990 hampir satu juta wanita Amerika menjadi pelacur. Menurut Dar Ifta, permasalah ini bisa selesai dengan poligami yang jelas syarat-syarat dan kensekwensinya.

Nampaknya Nasaruddin cukup berhati-hati untuk tidak secara frontal menolak poligami-sekalipun isunya dia juga berpoligami-tapi dia mencari-cari berbagai kasus ketidaksuksesan poligami dengan tujuan agar masyarakat menjadi benci dan tidak mempraktekkan poligami.

Ketidaksuksesan poligami pada beberapa kasus selain tidak bisa digeneralisir, juga harus dilihat dari motif si pelaku melakukan poligami. Jika motifnya bukan atas dasar menjalankan syari'at, jelas hasilnya akan berantakan. Karena dipastikan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sangat picik jika kasus-kasus itu dijadikan sandaran hukum untuk melarang poligami.

Jika Nasaruddin mau jujur dan adil, ia akan takjub dengan keindahan keluarga yang melakukan poligami atas dasar syari'at yang suci. menurut hemat saya, dalam membedakan mana yang pokok dan mana yang cabang, mana yang prinsip dan mana yang teknis lebih bijak Nasaruddin Hoja daripada Nasaruddin Umar. (Disusun dari berbagai sumber)

http://wildanhasan.blogspot.com/2009/03/nasaruddin-umar-kembali-buat-ulah.html

Assalamu'alaikum wr wb

Semoga Ustadz selalu dalam limpahan rahmat dari Allah SWT.

Langsung saja, Ustadz. Kaum islib sering menyandar argumen mereka pada Ibnu Arabi, ulama yang pernah hidup di Andalusia. Siapa sebenarnya beliau dan apakah memang pandangan2nya mendukung Islam liberal?

Wassalam

========================================================

jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ibnu Arabi lahir di di Murcia, Spanyol pada 28 Juli 1165 masehi bertepatan dengan tangal 17 Ramadhan 506 hijriyah. Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Ali Muhyiddin Al-Hatimi At-Taha''i Al-Andalusi. Wafat di Damaskus, Syria pada tahun 1240 M atau 638 H.

Sebelum kita bicara tentang Ibnu Arabi yang anda tanyakan, perhatikan dan jangan salah dengan nama lain yang kebetulan mirip. Ada tokoh lain bernama Ibnu Al-Arabi (ada lafadz al- di depan kata Arabi).

Kalau Ibnu Al-Arabi seorang ahli tafsir yang muslim, maka Ibnu Arabi (tanpa al-), tokoh yang anda tanyakan itu, bukan muslim apalagi ulama. Dia hanyalah orang yang pernah beragama Islam lalu keluar atau murtad, sehingga tidak layak menyandang gelar ulama.

Kekafiran Ibnu Arabi bukan sekedar mengada-ada, namun sudah menjadi fatwa para ulama besar yang mengenal pemikirannya. Di antara yang telah menjatuhkan vonis kafir atasnya antara lain:

Al-Imam An-Nawawi (wafat tahun 676 H)
Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat tahun 852 H)
Al-Izz Ibnu Abdissalam (wafat tahun 660 H)
Imam Ibnu Taymiyah (wafat tahun 728 H)
Imam Ibnul Qayyim (wafat tahun 751 H)
Al-Qadhi ''Iyyadh (wafat tahun 744 H)
Al-''Iraqi (wafat tahun 826 H)
Adz-Dzahabi (wafat tahun 748 H)
Al-Bulqini (wafat tahun 805 H)
Al-Jurjani (wafat tahun 814 H)
Ibnu Ad-Daqiq Al-''Ied (wafat tahun 702 H)
Mengapa Ibnu Arabi divonis kafir? Apa kesalahannya?

Kesalahannya adalah dia telah keluar dari aqidah Islam yang lurus secara sadar, paham dan mengerti. Pendapatnya yang keluar dari agama Islam itu bukan sekedar karena ketidak-tahuannya atau karena keawamannya, namun karena sadar sepenuhnya bahwa dirinya ingin keluar dari aqidah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Entah iblis mana yang merasuki pikirannya.

Di antara contoh kesesatan aqidahnya sebagaimana yang bisa kita baca dalam tulisannya, Fushushul-hikam adalah:

1. Mengembangkan paham wihdatul-wujud.

Paham ini menyatakan bahwa semua makhluk ini adalah tuhan. Atau tuhan menyatu dengan semua makhluk. Pemikiran ini bukan sekedar diyakini untuk dirinya sendiir, namun lebih dari itu dia ikut mengkampanyekannya.

Padahal paham ini jelas-jelas bertentangan dengan prinsip dasar aqidah Islam yang menyatakan bahwa Allah bukanlah makhluq.

Sayangnya, para aktifis liberalis di negeri kita ini malah keranjingan dengan pemikiran yang tidak bikin kita enak makan dan enak tidur.

2. Meyakini bahwa perbuatan hamba adalah perbuatan Allah

Paham ini pengembangan dan konsekuensi dari doktrin di atas, karena makhluk itu adalah Allah, maka apa yang dikerjakan oleh makhluk berarti juga pekerjaan Allah.

Dan paham ini sesat lagi menyesatkan. Karena perzinaan, pembunuhan, pencurian, pemerkosaan dan semua doa manusia tidak perlu disesali, karena toh merupakan perbuatan Allah juga. Nauzdu billah.

3. Allah membutuhkan pertolongan makhluknya

Pendapat ini sangat merendahkan Allah, karena dianggap Allah itu seperti manusia biasa yang butuh pertolongan dari makhluq ciptaannya sendiri.

Padahal Allah itu tuhan yang Maha sempurna dan tidak butuh pertolongan makhluqnya. Kalau Dia butuh pertolongan, maka Dia bukan tuhan.

4. Iblis dan Fir''aun muslim dan masuk surga

Iblis masuk surga karena menurutnya, iblis itu makhluq yang paling suci tauhidnya lantaran tidak mau sujud kepada nabi Adam alaihissalam. Sedangkan malaikat punya kedudukan yang lebih rendah dari iblis.

Demikian juga Ibnu Arabi meyakini bahwa Fir''aun bukan orang kafir, tetapi muslim dan akan masuk surga.

Pendapatnya itu jelas bertentangan dengan ayat Al-Quran tentang iblis.

Dan berkatalah syaitan tatkala perkara telah diselesaikan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku sejak dahulu." Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. Ibrahim: 22)

Sedangkan pendapat bahwa Fir''aun itu muslim dan masuk surga, juga bertentangan dengan ayat ini

Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat., "Masukkanlah Fir''aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras."(QS. AL-Mukmin: 46)

Entah apa yang dijadikan landasan olehnya, tetapi pemikiran ini akan membuat dahi kita berkerut 10 lipatan. Dan akan memotivasi orang ahli maksiat dan angkara murka untuk semakin bengis, serakah dan menindas. Karena tidak akan ada siksa di akhirat, lantaran Fir''aun dan Iblis pun muslim dan masuk surga.

Di Indonesia, penggemar berat Ibnu Arabi adalah mendiang Cak Nur, lalu diteruskan oleh kader-kader paham liberalis hingga sekarang ini. Entah apa yang berkecamuk di pikiran mereka, yang jelas tokoh ini bukan muslim karena telah divonis sesat oleh para ulama yang muktabar.

Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Pengantar penulis:
Dialog ini adalah antara Jafar Umar Thalib dan salah satu dedengkot JIL yaitu si abdul moqsith ghazali, di dalam dialog kita bisa mendengarkan penjelasan Ustadz Jafar bagaimana sebenarnya pemikiran Islam liberal ini.
















Usaha propaganda paham liberal makin canggih. Termasuk aktivitas pusat kegiatan penyebaran pahamnya di kampus UGM. Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-258


Oleh: Adian Husaini

Huntington tampaknya tidak bohong dalam hal yang satu ini. Bahwa, setelah peristiwa 11 September 2001, AS sangat serius dalam ”menggarap” Islam. Dalam bukunya, Who Are We?: The Challenges to America’s National Identity” (New York: Simon&Schuster, 2004), Huntington menulis: “The rhetoric of America’s ideological war with militant communism has been transferred to its religious and cultural war with militant Islam.” Jadi, menurut Huntington, perang ideologis AS dengan kaum komunis militan, kini telah digantikan dengan perang agama dan perang budaya dengan Islam militan.

Meskipun secara formal, banyak pejabat AS yang menyangkal kebenaran pendapat Huntington, tetapi fakta di lapangan menunjukkan, memang kebijakan luar negeri AS kini banyak diarahkan pada upaya ”penjinakan Islam”. Dalam sejarah kolonialisme dan orientalisme, ini memang bukan hal yang baru. Di Indonesia, upaya untuk menciptakan kelompok yang ”ter-Barat-kan” di kalangan kaum pribumi, telah dilakukan oleh penjajah Belanda. Kelompok inilah yang secara aktif membendung aspirasi Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan cara ini, tentu ”sang Tuan” tidak perlu capek-capek lagi menghadapi umat Islam.

Kini, di era imperialisme modern, tampak program keagamaan AS semakin jauh memasuki area-area yang sangat personal dari kaum Muslim, yakni urusan pemahaman dan keyakinan agamanya. Seriusnya AS dalam pengembangan dan penyebaran Pluralisme Agama di Indonesia bisa menjadi salah satu indikator penting, bagaimana seriusnya program penggerusan keyakinan umat beragama, khususnya Islam.

Untuk menyimak usaha tersebut, simaklah aktivitas salah satu pusat kegiatan penyebaran paham lintas agama yang bernama Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) di UGM Yogyakarta. Program ini diakui sebagai bagian dari misi diplomatik AS di Indonesia. Ini bisa dibaca pada Laporan Kebebasan Beragama tahun 2007 yang dibuat oleh Keduataan AS di Jakarta. [http://www.usembassyjakarta.org/bhs/Laporan/Laporan_Kebebasan_Beragama_2007):


”Misi diplomatik AS terus mendanai Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. CRCS bekerja bersama Radio Republik Indonesia dalam pembuatan acara bincang-bincang dua bulanan yang mengangkat masalah kebebasan beragama, toleransi, dan demokrasi. Selain siaran radio langsung, program tersebut ditayangkan di TVRI Yogyakarta, yang memungkinkan dilakukannya penyebaran ide-ide ini kepada masyarakat di Yogyakarta dan daerah sekitar di Jawa Tengah. Isi program tersebut diterbitkan dalam surat kabar setempat… Misi diplomatik AS juga mendukung program seminar kampus yang bertujuan memperkuatkan pendukung pluralisme di kampus-kampus Islam dan menguatkan pemahaman tentang kebebasan beragama, toleransi, pluralisme, dan kesetaraan jender. Diskusi-diskusi publik diadakan di beberapa kampus di Jakarta, Serang, Rangkasbitung, Yogayakrta, Surabaya, Mataram, dan Medan bekerjasama dengan berbagai universitas Islam dan universitas negeri seperti Universitas Gajah Mada dan Universitas Sumatera Utara. Lebih dari 1.500 pelajar dengan berbagai latar belakang dan 50 pembicara nasional dan daerah dilibatkan dalam diskusi-diskusi tersebut.”


Begitulah program keislaman AS. Adalah menarik, bahwa sebagai satu program studi agama tingkat S-2 di UGM, CRCS juga aktif menyebarkan paham-pahamnya ke tengah masyarakat. Melihat berbagai aktivitasnya, tampak CRCS bukan sekedar lembaga studi biasa. Dia mempunyai misi besar merombak pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia, khususnya kaum Muslim, sehingga sejalan dengan pemahaman yang dikehendaki oleh sang pemilik dana.

Sebagai contoh, dalam rangka menjalankan misinya tersebut, pada 19 Februari 2009 lalu, CRCS menggelar acara bedah buku berjudul When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani-Muslim karya Dr. Syafa’atun Almirzanah, dosen UIN Yogyakarta. Buku ini merupakan disertasi doktor penulis di Chicago University. Karena dianggap begitu penting dalam penyebaran paham Pluralisme Agama di Indonesia, maka acara bedah buku semacam ini juga diselenggarakan di berbagai kota.

Buku ini memang tampak canggih. Maklum, selain penulisnya maraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) di Chicago University, ia juga meraih gelar Doctor of Ministry (D.Min) di Catholic Theological Union of Chicago. Ia membandingkan pemikiran dua pemikir terkenal dalam sejarah Islam dan Katolik, yaitu Ibn Arabi dengan Meister Eckhart. Tapi, jika ditelaah dengan cermat, perspektif yang digunakan dalam penulisan buku ini adalah filsafat perenial dan gagasan Kesatuan Transendensi Agama-agama (Trancendent Unity of Religion). Penulisnya menolak pemahaman kaum Muslimin pada umumnya, bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berfungsi menghapus (abrogate) agama-agama wahyu sebelumnya. Ditulis dalam bukunya:


”Kebanyakan pemahaman Muslim kontemporer mengenai keanekaragaman agama berdasar pada ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tradisi agama-agama selain Islam. Berbeda dengan kebanyakan Muslim lain yang percaya bahwa ayat-ayat eksklusif tertentu dalam Al-Quran menghapus (naskh) ayat-ayat inklusif tertentu di dalamnya – sehingga mempunyai kesimpulan yang menegaskan bahwa Islam menghapus agama-agama yang ada sebelumnya – Ibn Arabi tidak mempunyai kesimpulan yang demikian.”


Seperti dilakukan oleh sejumlah kaum liberal di Indonesia, penulis buku ini juga tampak mencari legitimasi bagi paham Pluralisme Agama pada pemikiran dan sosok klasik dalam Islam. Dalam buku ini, yang dijadikan sebagai sasaran adalah sosok Ibn Arabi (w. 638 H/ 1240 M), yang memang sejumlah pemikirannya menjadi kontroversi di kalangan para ulama. Oleh kaum liberal, sosok Ibn Arabi dipaksakan sebagai sosok yang mendukung gagasan pebenaran semua agama dan menolak konsep Islam sebagai agama yang menghapus agama-agama Nabi sebelumnya.

Dr. Syafa’atun Almirzanah, penulis buku ini, memang dikenal sebagai aktivis Interfidei, salah satu organisasi lintas agama di Yogyakarta. Tampaknya, visinya sebagai aktivis lintas agama, mendorongnya untuk mengais-ngais khazanah klasik – dalam tradisi Islam dan Katolik – sebagai bahan legitimasi adanya “titik temu” pada level esoteris antar berbagai agama. Dalam bukunya, ia menjadikan sejumlah karya William C. Chittick, seperti Imaginal World: Ibn al-‘Arabi and the Problem of Religious Diversity, sebagai kacamata dalam melihat konsep agama-agama Ibn Arabi.

Padahal, “kaca mata” Chittick itulah yang bermasalah. Chittick sudah berasumsi, Ibn Arabi adalah sosok yang mengakui validitas semua agama. Dr. Syamsuddin Arif, dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: GIP, 2008), sudah memberikan koreksi terhadap Chittick dalam menjelaskan konsep agama Ibn Arabi. Tanpa menafikan sisi kontroversial Ibn Arabi sendiri, tokoh sufi ini pun tetap menegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sah di dalam pandangan Allah SWT. Setelah Nabi Muhammad saw diutus, maka pengikut agama-agama para Nabi sebelumnya, wajib beriman kepada Nabi Muhammad saw dan mengikuti syariatnya. Sebab, dengan kedatangan sang Nabi terakhir, maka syariat agama-agama sebelumnya otomatis tidak berlaku lagi. “Fa inna syari‘ata Muhammadin shallallahu alayhi wa sallama nasikhah,” tulis Ibn Arabi.

Dr. Mohd. Sani bin Badrun, salah seorang cendekiawan alumnus ISTAC-IIUM Kuala Lumpur, selama belasan tahun telah meneliti konsep-konsep keagamaan dan konsep Tuhan Ibn Arabi. Dia menulis tesis master dan disertasi doktor tentang Ibn Arabi. Tahun 1998, dia menyelesaikan tesis masternya berjudul “Ibn al-‘Arabi’s Conception of Religion”. Ibn Arabi berpendapat, bahwa syariat para Nabi terikat dengan periode tertentu, yang akhirnya terhapuskan oleh syariat Nabi sesudahnya. Hanya Al-Quran, menurutnya, yang tidak terhapuskan. Bahkan Al-Quran menghapuskan syariat yang diajarkan oleh Kitab-kitab sebelumnya. Karena itu, syariat yang berlaku bagi masyarakat, adalah syariat yang dibawa oleh Nabi terakhir.

Salah satu kesimpulan penting dari teori agama-agama Ibn Arabi yang diteliti oleh Dr. Mohd. Sani bin Badrun adalah: “Kaum Yahudi wajib mengimani kenabian Isa a.s. dan Muhammad saw. Kaum Kristen juga wajib beriman kepada kenabian Muhammad saw dan Al-Quran. Jika mereka menolaknya, maka mereka menjadi kafir.” Bahkan, Ibn Arabi pun berpendapat, para pemuka Yahudi dan Kristen sebenarnya telah mengetahui kebenaran Muhammad saw, tetapi mereka tidak mau mengimaninya karena berbagai faktor, seperti karena kesombongan dan kedengkian.

Fakta-fakta pendapat Ibn Arabi seperti ini sama sekali tidak muncul dalam disertasi doktor yang dipuji-puji oleh Dr. Haidar Bagir, sebagai karya yang sangat akademis, mendalam dan memikat, dan merupakan sumbangan yang tak ternilai bagi dialog antaragama. Bahkan, rektor UIN Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat, menulis: “Buku ini hadir tepat waktu dan penulis dengan sangat brilian menghadirkan dua ikon pemikir mistik Barat dan Timur, Kristen dan Muslim, saat agama diseret-seret dalam konflik perebutan hegemoni politik dan ekonomi sehingga wajah agama menjadi bengis.

Kita bisa membandingkan kedalaman bahasan antara tesis Dr. Mohd. Sani Badrun dengan karya Dr. Syafaatun yang banyak merujuk sumber-sumber sekunder, terutama pada karya-karya William Chittick. Sama dengan Chittick, Syafaatun juga memaksakan visi Pluralisme dan Inklusifnya dalam memandang karya Ibn Arabi. Sebagai contoh, kutipan dari Kitab Futuhat Makkiyah yang diambil dari buku Chittick berikut ini:


”Semua agama wahyu (shara’i) adalah cahaya. Di antara agama-agama ini, agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad adalah seperti cahaya matahari di antara cahaya bintang-bintang lain. Ketika matahari muncul, cahaya bintang-bintang lain akan tersembunyi dan cahaya tercakup dalam cahaya matahari. Kondisi sebagai tersembunyi adalah seperti penghapusan agama-agama lain dengan hadirnya agama yang diwahyukan kepada Muhammad. Sekalipun demikian, hal itu sebenarnya tetap eksis, sebagaimana eksisnya cahaya bintang. Hal ini menjelaskan mengapa dalam agama inklusif kita diwajibkan untuk percaya pada kebenaran semua rasul dan semua agama yang diwahyukan. Semua agama tersebut tidak menjadi tertolak (batil) dengan adanya penghapusan (nasakh) – Itu adalah pendapat orang bodoh.”


Dalam bukunya, Imaginal World: Ibn al-‘Arabi and the Problem of Religious Diversity, Chittick memang menulis, “The Syaykh sometimes criticizes specific distortion or misunderstanding in the Koranic vein, but he does not draw the conclusion that many Muslims have drawn – that the coming of Islam abrogated (naskh) previous revealed religions. Rather, he says, Islam is like the sun and other religions like the stars…Concerning abrogation, the Syaykh writes, “All the revealed religions (sharāi’) are lights. Among these religions, the revealed religion of Muhammad is like the light of the sun among lights of the stars…

Jadi, kesimpulan penulis buku When Mystic Masters Meet, bahwa Islam tidak menghapus agama-agama sebelumnya, memang diambil dari buku Chittick, dan bukan pemahaman langsung dari karya-karya Ibn Arabi sendiri. Cendekiawan Muslim terkenal asal Eropa, Noh Ha Mim Keller, juga pernah secara khusus mengkritisi cara pengutipan dan pemahaman karya Ibn Arabi oleh Chittick. Ia membuat terjemah yang lebih tepat terhadap bagian Futuhat yang dikutip Chittick: “The religious law (sharāi’) are all lights, and the law of Muhammad (Allah bless him and given him peace) among these lights is as the sun’s light among the light of the stars: if the sun comes out, the light of the stars are no longer seen and their lights are absorbed into the light of the sun: the disappearance of their light resembles what, of religious laws, has been abrogated (nusikha) by his law… if the prophetic messengers had been alive in his time, they would have followed him just as their religious laws have followed his law” (dikutip dari tesis Dr. Mohd Sani bin Badrun).

Jadi, di sini, sebenarnya Ibn Arabi bicara tentang syariat para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Bukan tentang agama wahyu secara keseluruhan. Tampak jelas, bagaimana ketidakakuratan kutipan Chittick yang kemudian juga diikuti oleh Syafaatun. Padahal, kalimat terakhir pada kutipan di atas bermakna: “andaikata para nabi hidup di zaman Nabi Muhammad saw, mereka akan mengikuti Nabi Muhammad sebagaimana hukum-hukum agama mereka juga mengikuti hukum yang dibawa Nabi Muhammad.” Ini maknanya, ada abrogasi (penghapusan) dalam soal hukum. Tetapi tidak dalam soal aqidah, karena semua Nabi sama-sama mengajarkan Tauhid.

Bahkan, hasil penelitian Dr. Sani pun menunjukkan, menurut Ibn Arabi, agama apa pun yang masih eksis, yang tidak mengimani kenabian Muhammad saw, maka tidak dapat dikatakan sebagai “agama wahyu” (revealed religion). Ia juga memberikan kritik keras terhadap kaum Yahudi yang menuduh Maryam tidak suci dan Yesus sebagai anak zina. Ibn Arabi juga mengkritik keras paham trinitas kaum Kristen dan berbagai penyimpangan yang telah terjadi dalam kitab-kitab sebelum Al-Quran.

Adalah menarik menelusuri upaya sistematis dalam pembacaan karya-karya Ibn Arabi yang dilakukan oleh kaum Transendentalis. Menurut aliran ini, kaum Muslim dibagi menjadi dua: eksklusifis dan inklusifis. Yang terakhir, mengakui adanya kesatuan esoteris (dimensi batin) pada semua agama. Kaum sufi, menurut mereka, adalah kaum inklusifis. Kesalahan awal tentang ini muncul dari hasil penelitian tentang Ibn Arabi yang dilakukan Abu al-A’la al-Afidi, yang menyimpulkan bahwa agama Ibn Arabi adalah “agama universal” bukan Islam dalam bentuknya yang khusus.

Upaya memasukkan Ibn Arabi ke dalam barisan Transendentalis kemudian datang dari para pengkaji kesufian dari Barat, seperti Renė Guėnon (d. 1951), Ananda Coomaraswamy (d. 1947), Titus Burckhard, Marco Pallis, Martin Lings, dan khususnya Frithof Schuon (lahir 1907). Tetapi, menurut Dr. Sani, kekacauan terbesar soal pemikiran keagamaan Ibn Arabi muncul dari karya William Chittick, Imaginal World: Ibn al-‘Arabi and the Problem of Religious Diversity. Banyak yang kemudian mengikuti secara membabi buta cara pembacaan Chittick terhadap Ibn Arabi.

Kasus disertasi doktor dosen UIN Yogya – yang disebarluaskan oleh berbagai institusi pendukung Pluralisme Agama -- ini lagi-lagi membuktikan adanya upaya yang sistematis dan sungguh-sungguh untuk merusak pemikiran kaum Muslim Indonesia. Mungkin penulisnya memang khilaf, tidak tahu, bahwa yang ditulisnya adalah salah. Setelah diberitahu, seyogyanya, dia menyadari kekeliruannya. Mungkin dia memang sengaja untuk melakukan hal itu, dan mendorong manusia untuk mengikuti jalan pikiran dan aktivitasnya. Allah Maha Tahu akan niat dan tujuan perbuatan tiap orang.

Kita kadang terheran-heran dengan kaum Pluralis. Mereka sering mengecam orang-orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri. Tapi, kita sering melihat, mereka pun begitu ngotot dengan pendapatnya sendiri, menutup rapat-rapat mata dan telinga dari berbagai kritik, dan kemudian bahkan memaksa orang lain untuk mengikutinya. (Jakarta, 6 Maret 2009/www.hidayatullah.com]



Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com

Himbauan Kapolda Jawa Timur soal polwan yang boleh berjilbab disambut gembira. Yang meradang malah media asing dan aktifis liberal.

Kalau ini benar-benar dilaksanakan, maka, Anda akan melihat perobahan yang mencolok mata di Jawa Timur. Para polisi perempuan atau Polwan nya akan mengenakan jilbab,” demikian kutip Radio Nederlands. Sebagaimana diketahui, radio asing ini menanggapi agak sinis himbauan Kapolda Jawa Timur Brigjend. Pol. Anton Bachrul Alam yang meminta para polisi wanita muslimah (polwan) di jajarannya bisa mengenakan jilbab selama bertugas. Imbauan bernuansa agamis ini dikeluarkan Kapolda sejak dua minggu saat menjabat di Jawa Timur (Jatim).

“Ini peristiwa terbaru menyangkut upaya islamisasi atau pengislaman Indonesia dengan berbagai cara,” demikian tuduh radio asing ini.


Tuduhan serupa juga disampaikan aktivis perempuan yang juga aktivis liberal. “Dengan himbauan memakai kerudung itu, sebenarnya ada power di situ.. jadi polisi perempuan ini kemudian menjadi tidak bebas lagi apakah dia boleh memakai kerudung atau tidak,” ujar Adriana Venny, Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan dan caleg partai demokrat.

Benarkah demikian? Tuduhan ini ditepis Humas Polda Jatim, Puji Astuti. “Mayoritas masyarakat Jawa Timur ini kan Muslim. Kemudian Kapolda menghimbau Polwan boleh berjilbab. Sifatnya bukan instruksi atau perintah. Jadi kalaupun Polwan itu memakai jilbab, semata-mata itu karena kesadarannya diri sendiri, bahwa seorang Muslimah punya kewajiban untuk menutup auratnya, “ ujarnya.

“Kita ini adalah pelayan masyarakat. Lalu ..yang dilayani adalah mayoritas Muslim di Jawa Timur. Kemudian kalau ada himbauan itu (berjilbab) gak ada masalah, toh di luar jam dinas kami (juga termasuk saya) sudah pakai jilbab. Tidak ada paksaan seperti itu, “ tambah Puji.

Bahkan menurut Pudji, langkah ini sudah mendapat izin dari Markas Besar (Mabes) Kepolisian RI di Jakarta. "Ke depan, mengenakan jilbab dan kegiatan ibadah seperti shalat berjamaah dan membaca Quran menjadi kesadaran. Bukan paksaan," kata Pudji.

Lha menariknya, di tengah gerakan Kapolda Jatim untuk menjadikan anak buah dan staf nya berakhlak baik, justru yang rebut malah media asing dan kaum liberal. [hidayatullah]

sumber: http://swaramuslim.net/more.php?id=6198_0_1_0_M


Catatan penulis:
Aneh memang kaum SEPILIS ini, orang mau melaksanakan perintah agama, dibilang paksaan, orang muslim dibilang memaksakan kehendak, but on the other hand, kaum SEPILIS ini juga memaksakan ide-ide mereka tentang kebebasan XD, sudah jelas agenda mereka-mereka ini memang. Saya kira orang-orang SEPILIS ini mau murtad enggan, tapi menjalankan Islam juga enggan, seperti hidup segan, mati pun tak mau.

Sekali waktu, tengoklah situs www.libforall.org Banyak informasi tentang pemikiran dan gerakan liberalisasi yang bisa kita petik dari situs satu lembaga yang secara terbuka mengusung nama "liberal untuk semua" ini. Jumat pagi (20/2/2009), situs ini masih memampang catatan prestasi LibForAll dalam menjalankan misinya di Indonesia.

Berbeda dengan sejumlah lembaga pendukung Yahudi dan Israel lainnya, organisasi ini pun tidak segan-segan dan malu-malu untuk menunjukkan dukungannya kepada Israel. Berbagai aktivitas dilakukan untuk membuat membangun gambaran positif tentang negara Zionis Israel. Disebutkan dalam situsnya, pada 12 Juni 2007, LibforAll menyelenggarakan konferensi keagamaan di Bali, yang disebutnya sebagai "a historic religious summit in Bali". (propaganda libforall )

Konferensi ini dibuat dengan tujuan menegaskan terjadinya peristiwa holocaust (pembantaian terhadap Yahudi di Eropa), mempromosikan toleransi beragama, dan menyingkirkan ideologi kebencian.

Pelaksana Konferensi adalah organisasi bernama Simon Wiesenthal Center yang merupakan partner LibForAll. Acara dibuka oleh pidato mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid yang isinya mengecam keras penolakan terhadap peristiwa holocaust. LibForAll menulis, bahwa acara itu diliput ratusan media di berbagai penjuru dunia. Pesan yang disampaikan kepada dunia jelas, bahwa sebagai satu negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia menolak pemikiran-pemikiran yang mendiskreditkan Yahudi dan Israel.

Peristiwa holocaust memang menjadi salah satu tonggak penting berdirinya negara Israel. Selama puluhan tahun, kaum Yahudi berusaha keras untuk mencitrakan dirinya sebagai kaum tertindas. Masalahnya, masalah itu masih tetap terselimuti kabut tebal, yang pelan-pelan mulai terkuak. Seorang pastor Katolik, Richard Williamson, pada Januari 2009, membuat tindakan yang mengejutkan dengan menyatakan, bahwa korban Yahudi di Tangan Nazi hanya sekitar 200.000-300.000 orang, dan bukan 6 juta seperti klaim Yahudi selama ini. Ia juga membantah adanya kamar gas untuk membantai kaum Yahudi tersebut.










Norman Finkelstein - The Holocaust IndustriSeorang cendekiawan Yahudi, Norman G. Finkelstein membongkar praktik-praktik bisnis holocaust melalui bukunya, The Holocaust Industry (2000). Meskipun keluarganya menjadi korban Nazi, tapi Finkelstein berani memaparkan konspirasi seputar Holocaust. Kaum Yahudi mengeruk keuntungan yang luar biasa dari bisnis holocaust ini. Selama ini, Holocaust menjadi barang suci yang tidak boleh disentuh. Padahal, bukti-bukti sejarah menunjukkan, angka 6 juta orang sangat sulit dibuktikan dalam sejarah. Banyak cerita-cerita palsu seputar Holocaust yang selama ini disampaikan di publik, terutama kepada masyarakat Amerika Serikat.

Ketika misteri Holocaust makin terkuak di dunia internasional, justru di Indonesia, kelompok LibForAll dapat menggelar satu Konferensi yang mendukung klaim kaum Zionis atas Holocaust. Tentu, bagi Israel, ini prestasi yang membanggakan. Apalagi, pada bulan Desember 2007, LibForAll juga memberangkatkan lima orang Indonesia ke Israel. Situs harian Jerusalem Post pada 8 Desember 2007 menurunkan sebuah berita berjudul Indonesian "Peace Delegation Meet With Peres" (Delegasi Perdamaian dari Indonesia Temui Shimon Peres). LibForAll sangat membanggakan kedatangan delegasi Indonesia yang keberangkatannya juga diatur oleh Simon Wiesenthal Center. Karena itulah, mereka diberi kesempatan istimewa untuk bertemu langsung dengan Presiden Israel, Shimon Peres.


Di saat umat Islam berjuang membebaskan tanah Palestina, cendekiawan kita justru "berjabat tangan" dengan Israel dan menemui Shimon Peres. Nampak Dr. Syafiq Mughni dan Abdul A'la [NU] menghadiri upacara keagamaan Yahudi. [ynetnews]


Melalui LibForAll, lobi-lobi Israel di Indonesia terus dijalankan. Sesuai dengan namanya, organisasi ini sangat aktif dalam melakukan proses liberalisasi pemikiran Islam. Dua organisasi Islam terbesar menjadi sasaran utama, yaitu NU dan Muhammadiyah. Situs LibForAll berisi banyak foto kegiatan yang melibatkan tokoh-tokoh kedua organisasi tersebut. Tentu ini adalah upaya propaganda LibForAll yang ingin membangun citra, seolah-olah mereka sudah berhasil 'menguasai' dan 'mengatur' kedua organisasi Islam tersebut.

Kita memahami bentuk propaganda model LibForAll ini. Padahal, faktanya, baik di tubuh NU maupun Muhammadiyah, resistensi terhadap Yahudi dan Israel sangatlah tinggi. Apalagi, setelah pembantaian ribuan warga Gaza oleh Israel, citra Israel sebagai negara biadab semakin tertanam secara mendalam pada benak umat Islam Indonesia. Namun, LibForAll, melalui situsnya, terus membanggakan kisah suksesnya dalam menanamkan lobi Yahudi dan menyebarkan paham liberalisme di Indonesia.


Salah seorang yang dibangga-banggakan oleh LibForAll adalah yaitu Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, penasehat LibForAll yang juga guru besar UIN Yogya. Dalam situsnya, LibForAll menulis peran penting Munir Mulkhan dalam memberantas ekstrimisme di Muhammadiyah. Prestasi Munir dalam menolak ekstrimisme dan menjauhkan Muhammadiyah dari partai politik Islam, khususnya PKS, disebut sebagai sebuah prestasi besar ( a landmark achievement). PKS disebut identik dengan Hamas dan berafiliasi dengan kelompok radikal Ikhwanul Muslimin. LibForAll menulis:

"The new year arrived on the heels of a landmark achievement by LibForAll Advisor and Senior Fellow Dr. Abdul Munir Mulkhan (former Vice Secretary of the Muhammadiyah, the world's second-largest Muslim organization, with 30 million members). After a year-long campaign, Dr. Munir succeeded in mobilizing his organization to officially reject extremism and distance itself from Islamist political parties, which have penetrated the Muhammadiyah through the so-called "Tarbiyah," or Islamic Education, movement. The heavily-funded group thus rejected, the PKS, is the Indonesian political equivalent of Hamas, and is affiliated with the radical Muslim Brotherhood."

Prestasi Munir Mulkhan ini ditulis juga dalam sebuah artikel di Wall Street Jornal (10/4/2007) berjudul "The Exorcist: An Indonesian man seeks" to create an Islam that will make people smile" oleh Bret Stephens. Prof. Abdul Munir Mulkhan dikenal sebagai aktivis lintas agama yang memang sangat liberal. Ia sangat terobsesi untuk meletakkan nilai-nilai kemanusiaan universal di atas ajaran-ajaran agama yang ada.

Sekedar contoh, simaklah isi sebuah buku karya Prof. Abdul Munir Mulkhan berjudul Kesalehan Multikultural (2005) diterbitkan oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah. Dalam buku ini, secara tegas Munir menolak Pendidikan Tauhid seperti yang dipahami kaum Muslim selama ini. Sebagai gantinya, dia mengajukan gagasan 'Pendidikan Islam Multikultural'. Munir menulis:

"Jika tetap teguh pada rumusan tujuan pendidikan (agama) Islam dan tauhid yang sudah ada, makna fungsional dan rumusan itu perlu dikaji ulang dan dikembangkan lebih substantif. Dengan demikian diperoleh suatu rumusan bahwa Tuhan dan ajaran atau kebenaran yang satu yang diyakini pemeluk Islam itu bersifat universal. Karena itu, Tuhan dan ajaran-Nya serta kebenaran yang satu itu mungkin juga diperoleh pemeluk agama lain dan rumusan konseptual yang berbeda. Konsekuensi dari rumusan di atas ialah bahwa Tuhannya pemeluk agama lain, sebenarnya itulah Tuhan Allah yang dimaksud dan diyakini pemeluk Islam. Kebenaran ajaran Tuhan yang diyakini pemeluk agama lain itu pula sebenarnya yang merupakan kebenaran yang diyakini oleh pemeluk Islam." (hal. 182-183).


Konsepsi seperti itu adalah melihat masalah keagamaan dengan sudut pandang humanisme. Bukan sudut pandang Kristen, Yahudi, Islam, atau agama-agama lain. Bagi Islam, jelas bukan begitu cara memandang Tuhan dan agama-agama yang ada. Nabi Muhammad saw diutus untuk menjernihkan berbagai ajaran para nabi yang sudah diselewengkan oleh kaum Yahudi. (QS 2:75, 2:79). Berbagai tindakan syirik juga mendapatkan kecaman keras dalam al-Quran. Kurang jelas apakah pandangan Tauhid Islam selama ini? Mengapa Prof. Munir Mulkhan sampai berani mengusulkan agar pendidikan Tauhid Islam itu diubah konsepnya? Aneh juga, oleh PSAP, Munir dijuluki sebagai salah satu "Begawan Muhammadiyah", sehingga penerbitan buku ini ditulis sebagai "Seri Begawan Muhammadiyah."

Berpegang pada konsep kesamaan Tuhan pada semua agama itu, Munir menafikan konsep Tuhan pada masing-masing agama. Dia menulis:

"Bentuk-bentuk ritual yang sakral yang selama ini cenderung lebih "memanjakan" Tuhan dan tidak manusiawi, perlu dikembangkan sehingga menjadi ritus-ritus kultural yang sosiologis dan humanis. Tuhan yang Maha Tunggal itu adalah Tuhan yang diyakini pemeluk semua agama di dalam beragam nama dan sebutan. Surga dan penyelamatan Tuhan itu adalah surga dan penyelamatan bagi semua orang di semua zaman dalam beragam agama, beragam suku bangsa dan beragam paham keagamaan. Melalui cara ini, kehadiran Nabi Isa a.s. atau Yesus, Muhammad saw, Buddha Gautama, Konfusius, atau pun nabi dan rasul agama-agama lain, mungkin menjadi lebih bermakna bagi dunia dan sejarah kemanusiaan... Tuhan semua agama pun mungkin begitu kecewa melihat manusia menggunakan diri Tuhan itu untuk suatu maksud meniadakan manusia lain hanya karena berbeda pemahaman keagamaannya." (hal. 190).


Lihatlah, ketika bicara tentang Tuhan, Munir hanya menggunakan fantasinya. Padahal, dia sendiri tidak paham akan Tuhan. Dia mengharuskan Tuhan untuk mengikuti logikanya sendiri. Seolah-olah, dialah yang mengatur Tuhan. Padahal, sebagai orang yang mengaku Muslim, harusnya dia merujuk kepada konsep-konsep yang dibawa oleh utusan Allah, Nabi Muhammad saw. Karena dialah yang mendapatkan mandat dari Allah untuk menjelaskan siapa Allah dan bagaimana cara menyembah-Nya. Karena itulah, Nabi Muhammad saw mengajak kaum Musyrik Arab untuk beriman kepadanya dan menjauhi dosa syirik. Amat sangat jelas, apa misi Nabi Muhammad saw dan misi semua Nabi, yaitu untuk mengajak manusia agar jangan menyembah tuhan selain Allah (QS 16:36).

Jadi, konsep pendidikan agama Multikulturalisme yang dibawakan oleh Munir Mulkhan memang sangat bermasalah. Tapi, laksana virus, paham ini pun disebarkan oleh berbagai kalangan. Sebagian sudah mulai melangkah lebih jauh lagi dengan mengajukan konsep "Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural".

Itulah judul sebuah buku yang ditulis seorang dosen di salah satu Perguruan Tinggi Islam di Jawa Tengah, yang diberi kata pengantar oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra.

Misi buku ini juga sejalan dengan misi Free Mason, yaitu menghapus pemisah antar manusia: "Sebagai risalah profetik, Islam pada intinya adalah seruan pada semua umat manusia, termasuk mereka para pengikut agama-agama, menuju satu cita-cita bersama kesatuan kemanusiaan (unity of mankind) tanpa membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan, dan agama." (hal. 45).

Selain Munir Mulkhan, intelektual lain yang dibangga-banggakan oleh LibForAll untuk melakukan proses liberalisasi di Indonesia adalah Prof. Nasr Hamid Abu Zaid . Mulai 2007, LibForAll membuat sebuah proyek Tafsir Al-Quran yang dipimpin Abu Zaid, yang juga penasehat LibForAll, sebagaimana Munir Mulkhan. Tafsir ini akan menggunakan metode modern yang menolak metode panafsiran literal dan membuang pemikiran-pemikiran ekstrimisme. Ditulis di situsnya, bahwa Tafsir ini akan dikerjakan oleh sarjana-sarjana Quran terkemuka di dunia dari Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Tafsir Al-Quran ini nanti diharapkan dapat menjadi jembatan bagi kaum Muslim untuk menjembatani antara tradisi Islam dengan nilai-nilai kebebasan (freedom), kesetaraan, Hak Asasi Manusia, demokrasi, dan globalisasi.

Situs LibForAll juga memberikan perhatian khusus kepada kasus yang menimpa Abu Zaid pada bulan November 2007. Ketika itu, Abu Zaid gagal menghadiri acara Annual Conference on Islamic Studies di Riau dan juga satu seminar internasional di Malang. Oleh LibForAll, pihak-pihak yang menolak pemikiran Abu Zaid dicap sebagai kaum ekstrimis.

Sebuah prestasi lain yang dibanggakan oleh LibForAll di Indonesia adalah diterbitkannya buku berjudul 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, pada Januari 2007. Buku ini dieditori oleh aktivis LibForAll, Ahmad Gaus dan Rektor UIN Jakarta Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Peluncuran buku ini berlangsung besar-besaran. Di situs LibForAll, ditampilkan tokoh-tokoh yang menghadiri acara tersebut, seperti Abdurrahman Wahid, Din Syamsuddin, dan Azyumardi Azra yang juga penasehat LibForAll.

Menyimak kiprah LibForAll di Indonesia, tampak bagaimana mereka menggunakan kekuatan dana yang sangat besar untuk membangun citra positif Israel di Indonesia. Dengan alasan memerangi ekstrimisme di kalangan Muslim, LibForAll juga berhasil menggaet kalangan elite Muslim untuk mendukung upaya liberalisasi Islam di Indonesia. Sebenarnya, jika dipikirkan, inilah politik belah bambu yang sejak dulu diterapkan oleh penjajah kepada umat Islam. Sebagian disanjung-sanjung dan diberi kenikmatan duniawi, sebagian lain diinjak dan dimaki-maki sebagai kaum ekstrimis.

Melalui berbagai kiprah dan opini yang dibangunnya, tampak LibForAll hanya memberikan pilihan kepada kita: berteman dengan Shimon Peres atau Hamas. Jika berteman dengan Peres, akan diberi julukan mulia sebagai "penyebar perdamaian". Jika berteman dengan Hamas, akan segera mendapatkan cap " ekstrimis". Silakan pilih! [Depok, 20 Februari 2009/hidayatullah.com]

Oleh : Adian Husaini
http://swaramuslim.net/more.php?id=6188_0_1_7_M

Banyak disertasi doktor bidang tafsir Al-Quran yang menafsirkan Al-Quran secara sembarangan

Umat Islam diimbau agar lebih berhati-hati dalam menyerap informasi yang berasal dari kaum Liberal, dalam penyebaran paham Pluralisme Agama. Sebab, mereka semakin canggih dalam upaya menyesatkan umat, dengan memanipulasi ayat-ayat Al-Quran. Demikian pernyataan Adian Husaini, MA, Ketua Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia dalam acara kuliah Dhuha di Masjid Salman ITB, Bandung kemarin.

''Mereka kutip ayat-ayat Al-Quran secara sembarangan dan diberi makna sesuai dengan kepentingan hawa nafsu mereka. Seolah-olah ayat-ayat itu membenarkan paham Pluralisme Agama,'' kata Adian Husaini.

Adian juga menyebutkan sejumlah buku, bahkan disertasi doktor bidang tafsir Al-Quran yang menafsirkan Al-Quran secara sembarangan. Dia mencontohkah, pola-pola seperti ini sudah pernah dilakukan oleh Snouck Hurgronje.

"Kalau soal pinter tentang Al-Quran, Snouck lebih pinter dari para penyebar paham Pluralisme Agama. Snouck juga dipanggil Mufti Batavia atau Syekh Islam di Tanah Jawa," ujar Adian. Jadi, kata Adian, sekarang bermunculan orang-orang yang dianggap pakar dalam Al-Quran, tetapi pendapat-pendapatnya justru melenceng dari kebenaran Islam.

''Inilah yang pernah disabdakan Rasulullah saw, bahwa beliau khawatir akan ada orang-orang munafik yang berhujjah dengan Al-Quran,'' ujarnya.

Adian yang juga kolomnis tetap hidayatullah.com ini menunjukkan sebuah disertasi doktor bidang tafsir Al-Quran di UIN Jakarta yang isinya justru merusak pemahaman terhadap Al-Quran.

''Jadi, cara merusak Islam pun juga semakin canggih, dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran dan disusun dalam bentuk disertasi doktor ilmu Al-Quran,'' kata Adian yang kemudian melanjutkan pembahasannya di Radio KLCBS Bandung.

Paham Pluralisme Agama yang telah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) memang terus dipromosikan dengan berbagai cara. Menurut Adian, adakalanya yang menyebarkan paham Pluralisme Agama ini tidak tahu bahwa paham ini salah dan merusak agama. Tapi, adakalanya juga paham ini disebarkan secara sengaja, karena paham ini memang laku dijual kepada negara-negara Barat.

Para pendukung Pluralisme Agama juga tak henti-hentinya menyerang MUI. Padahal, paham Pluralisme Agama juga ditentang keras oleh Katolik, Kristen dan Hindu. Adian menunjukkan satu buku yang berisi daftar hitam tokoh Gereja yang diberikan sanksi oleh Vatikan karena menyebarkan paham Pluralisme Agama. Prof. Jacques Dupuis, misalnya, dicabut lisensinya sebagai teolog Katolik karena menyebarkan paham Pluralisme Agama ini. Tahun 2000, Vatikan juga mengeluarkan Dekrit Dominus Jesus yang juga mengharamkan paham Pluralisme Agama. Adian menunjukkan inkonsistensi kaum Liberal yang tidak mengecam Vatikan, sementara mereka mencaci maki MUI, karena mengeluarkan fatwa Pluralisme Agama.

Adian menunjukkan bagaimana cara kaum Pluralis Agama memanipulasi ayat-ayat Al-Quran untuk tujuan legitimasi paham tersebut. Kaum Pluralis Hindu juga mengutip Bagavat Gita untuk melegitimasi pahamnya. Kaum Pluralis Kristen mengutip Bibel. Begitu juga kaum Pluralis Agama dari kalanghan Islam juga mengutip ayat-ayat Al-Quran, hadits, dan sejarah Nabi untuk melegitimasi paham yang disebut Adian sebagai "paham syirik modern". Bisa dikatakan paham syirik, karena dia membenarkan kemusyrikan. Jadi, cara-cara seperti ini tetap saja kelihatan kacaunya.

"Meskipun dikemas dalam bentuk disertasi dan didukung oleh banyak Profesor, tetap saja salah," kata cendekiawan Islam yang produktif menulis buku ini.

Adian menunjukkan contoh, bagaimana manipulasi penafsiran terhadap ayat Al-Quran yang dipaksa-paksakan menjadi dasar paham Pluralisme Agama. Bahkan, ada yang tidak segan-segan melakukan penipuan dalam pengutipan tafsir klasik. Misalnya, biasanya mereka mengutip Tadsir al-Manar secara serampangan. Padahal, papar Adian, Rasyid Ridla dalam Tafsir al-Manar, tentang QS 2:62 dan 5:69 adalah membicarakan keselamatan Ahlul Kitab yang risalah Nabi Muhammad saw tidak sampai kepada mereka. Karena itu, mereka tidak diwajibkan beriman kepada Nabi Muhammad saw.

Sedangkan bagi Ahli Kitab yang dakwah Islam sampai kepada mereka, menurut Rasyid Ridla, maka sesuai QS 3:199, ada lima syarat untuk keselamatan mereka di akherat. Diantaranya beriman kepada Allah dengan iman yang benar, yakni iman yang tidak bercampur dengan kemusyrikan dan disertai dengan ketundukan yang mendorong untuk melakukan kebaikan serta beriman kepada Al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. "Bagaimana mungkin kita mengimani Allah, bila kita tidak beriman kepada utusan-Nya Nabi Muhammad. Kita mengenal nama Allah, beribadah kepada-Nya adalah lewat Al Qur'an dan Sunnah yang dibawa Nabi Muhammad. Jadi Islam tidak mengenal paham Pluralisme Agama," ungkap Wakil Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI ini.* [nh/hidayatullah.com]

Oleh Adian Husaini

Apa Itu SEPILIS?

SEPILIS disini bukan penyakit (well ya bisa dibilang penyakit sih), namun adalah sebuah pemikiran/paham yang akhir2 ini berkembang pesat di Indonesia. Ya, SEPILIS adalah Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme. Yang diserang oleh paham ini bukan agama kristen, hindu, ataupun budha, tapi islam. "Mosok cuman islam?" silakan tengok website islamlib. Mana ada kristenlib, atau hindulib, atau budhalib. Paham ini ada semata-mata memang karena bertujuan untuk merusak akidah umat islam di Indonesia, mereka ini dibiayai oleh negara yang sudah tidak asing lagi yaitu AS, kiblatnya maksiat dunia. Agendanya tentu saja merusak pikiran generasi muslim muda di Indonesia supaya negara ini tetep ngekor kepada kebijakan2 AS.

Sebenarnya, orang-orang semacam ini akan sangat senang apabila ditanggapi, tp blog ini bukan untuk menanggapi mereka, blog ini hanya untuk menunjukkan kpd anda-anda semua bahwa sebenarnya islamlib hanyalah sekumpulan orang pemuja nafsu dunia yang mengabdikan hidupnya kepada barat (terutama AS dan israel). "Wah jangan nuduh donk, mereka kan cuma mencoba memahami agama dengan cara mereka sendiri... open your mind lah..". Hehehe... justru anda yang harus open mind, belajar agama itu harus dari sumbernya yang otentik, bukan dari pihak yang memusuhi agama itu. Udah jelas-jelas sumber islam hanya ada pada Al Qur'an dan Hadits dengan tafsir2 ulama yang mumpuni, tp kaum2 lib ini lebih memilih untuk belajar islam kepada (yg katanya) profesor2 ahli islam di barat (tapi kafir), jelas ini salah alamat, alih-alih belajar islam, hasilnya adalah pelecehan terhadap ajaran islam. Kalau anda pinter (nggak bodoh), anda tdk mungkin belajar sesuatu kepada yang bukan ahlinya, tdk mungkin belajar islam dari orang kafir. Coba pikirkan, belajar islam, bukan dari orang islam, tapi dari orang kafir, apa jadinya?

Nah mari kita kenali tokoh-tokoh SEPILIS sehingga bila ada seminar-seminar, atau anda lagi jalan2 ke toko buku, lihat buku tentang islam, anda bisa memilah-milah, mana tulisan kamu SEPILIS dan mana yang bukan :)

Dibawah ini adalah tokoh-tokoh SEPILIS yang sudah lumayan terkenal di Indonesia. Sekali lagi, harap berhati-hati terhadap pemikiran mereka ini, sepintas rasanya masuk akal dan bisa diterima, tp sebenarnya sesat. Terutama anda-anda anak muda Indonesia.

  1. Ulil Abshar Abdalla
  2. Abdul Moqsith Ghazali
  3. Goenawan Mohamad
  4. Luthfi Assyaukanie
  5. Mohamad Guntur Romli
  6. Almarhum Nucholis Madjid a.k.a. cak nur
  7. Ahmad Dhani (yes, the Dewa boy)
  8. Dan yang ini menarik, mantan presiden RI, Abdurrahman Wahid.
  9. Tokoh SEPILIS wanita juga ada lho, namanya Siti Musdah Mulia

Well, silakan lihat saja nama2 yang lain di website islamlib.com dan libforall.org.
Percaya atau tidak, mereka-mereka ini adalah antek2 yahudi dan AS dengan tujuan merusak akidah dan pemahaman islam yang benar di Indonesia, agar supaya negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ini tetap mengikuti kebijakan-kebijakan mereka. Mau bukti? silakan baca dokumen ini.

Newer Posts Home